Indonesia Mitra Sejati Perdamaian Dunia

Mitra Sejati Perdamaian Dunia
#PojokOpini

Oleh: Pahruroji

           
Sepak terjang Indonesia dalam kontribusinya terhadap isu perdamaian dunia baik yang menyinggung konflik vertikal maupun horizontal patut diapresiasi. Dalam sejarahnya, berbagai upaya yang telah dilakukan Indonesia selama kiprahnya dalam menjunjung tinggi amanat perdamaian dunia yang tercantum dalam Undang-undang Dasar Tahun 1945 telah memberikan dampak yang nyata bagi kehidupan umat manusia. Sebut saja beberapa diantaranya adalah kiprah Indonesia sebagai pelopor penyelenggara Konferensi Asia Afrika yang tidak lain untuk menjaga perdamaian dikawasan Asia dan Afrika, hingga aksi nyata Indonesia untuk mengirimkan pasukan Garuda dalam membantu negara-negara dunia yang pada saat itu terlibat dalam konflik. Dari beberapa contoh kasus tadi, sebenarnya Indonesia telah sedikit banyak menyadari berbagai isu dunia yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat luas. Termasuk isu-isu yang lebih populer seperti globalisasi yang ibaratnya memiliki dua mata pisau. Beberapa dekade ini, trend peperangan yang terjadi antara dua atau lebih negara telah menjadi isu yang diperdebatkan disetiap konvensi internasional. Selain itu, masuknya globalisasi telah membawa pengaruh besar terhadap insekuritas internasional dimana maraknya kasus terorisme dengan cepatnya menyebar diberbagai belahan dunia dengan dalih perbedaan keyakinan dan sesat fikir terhadap moral terutama pencederaan terhadap hak asasi manusia. Isu terorisme sempat menjadi isu seksi dalam pembahasan konferensi internasional, dan sempat menjadi trending topik yang sangat laku dalam bisnis media massa.

Seiring berkembangnya zaman, ternyata isu konflik maupun terorisme bukan lagi satu-satunya menjadi instrumen politik yang digunakan untuk mempertahankan eksistensi perdamaian di suatu negara. Singkatnya, kedua isu tersebut merupakan isu konvensional yang mudah terbaca terutama tentang bagaimana strategi preventif dan resolusinya. dewasa ini tantangan bagi Indonesia adalah terkait isu stabilitas ekonomi yang mulai menunjukan eksistensinya kembali. Hal ini seiring dengan maraknya berbagai kepentingan dibidang ekonomi, terutama pembahasan mengenai perdagangan bebas yang tampaknya dianggap menjadi salah satu “soft power” yang dimiliki negara untuk menunjukan kekuasannya. Asumsi sederhananya, semakin baik kondisi perekonomian suatu negara, maka besar peluang untuk mengambil kendali dalam menguasai pasar. Contoh nyatanya adalah diberlakukannya pasar bebas ASEAN dan hubungan kerjasama antarnegara yang memungkinkan negara-negara yang terlibat untuk melakukan pertukaran barang maupun jasa tanpa adanya sistem birokrasi yang sulit. Walaupun isu terkait pasar bebas telah terjadi sejak lama, namun eksistensi mengenai pasar bebas muncul kembali seiring dengan tingginya kebutuhan negara untuk memenuhi kebutuhan dasar dan berkembangnya pemikirian manusia kearah modernisasi.  Hal ini setidaknya membawa dampak bagi perdamaian dunia, walaupun bukan secara mutlak namun setidaknya isu ini dapat menciptakan rasa aman dan menghindarkan dunia dari peperangan dan terorisme. Isu ini tentunya memiliki korelasi yaitu munculnnya ketergantungan antar negara telah membuat suatu negara membutuhkan negara lain terkait produksi dan ekspor-impor, dengan adanya hubungan yang baik, maka stabilitas ekonomi suatu negara akan tercapai.

Maraknya isu pasar bebas maupun kerjasama antarnegara sebagai dampak dari pengaruh globalisasi telah melahirkan ketidaksetaraan dibidang ekonomi dan mengakibatkan insekuritas pada skala internasional. Alasannnya sederhana saja, negara yang siap bersaing di pasar internasional akan merasakan buah yang nyata sebagai dampak dari luasnya pasar. Namun sebaliknya, negara yang tidak siap bersaing harus rela menerima realita bahwa sumber daya yang semestinya menjadi modal pembangunan, malah terasingkan oleh bangsa lain yang lebih mapan dalam persaingan di lapangan. Walaupun jika dilihat dari kacamata ideal, dibukanya pasar bebas akan membawa dampak bagi negara menuju kearah kemajuan ekonomi dan sosial, namun kenyatanya banyak variabel lain yang dapat menyebabkan ketidakstabilan dalam struktur sosial dan ekonomi. Maka dari itu, hal tersebut menjadi isu sentral yang harus diperhatikan oleh Indonesia dalam dekade ini. Pemikiran dasarnya adalah walaupun kedamaian merupakan hal yang penting bagi perkembangan, ternyata perkembangan yang diaplikasikan melalui pasar bebas dan hubungan kerjasama antar negara tidak selalu berujung pada kedamaian.

Dannreuther (2007:17) pernah mengatakan bahwa perdamaian secara fisik harus dikonstruksi melalui pembangunan hubungan ekonomi yang rapat dan saling ketergantungan sehingga membuat resolusi konflik menggunakan kekuatan menjadi irasional. Dari pernyataan tersebut, sedikit banyak telah menjawab bagaimana langkah strategis Indonesia dalam menghadapi pasar bebas ASEAN  dan permasalahannya dalam isu hubungan bilateral maupun multilateral. Kuncinya adalah menjalin hubungan yang erat dengan negara terkait secara aktif dengan memperhatikan keuntungan dari negara-negara tersebut sehingga terjalin hubungan ketergantungan satu sama lain dan dapat mengurangi ”balance of power” dimana adanya persaingan yang ingin mendominasi satu sama lain. hegemoni terhadap salah satu subjek akan berpengaruh terhadap ketidakstabilan sosial dan ekonomi dan menyebabkan adanya gerakan-gerakan massa yang mendesak kelompok elit untuk menuntut keadilannya. Dalam hal ini, potensi konflik horizontal sangat besar terjadi, terutama bagi negara yang memiliki keragaman budaya dan keyakinan. Asumsi sederhananya adalah masuknya dominasi asing akan memiliki kuasa pribadi atas budaya dan keyakinan yang dibawa dari negaranya, tak jarang juga didalamnya terdapat kepentingan politik dan ekonomi. Hal ini akan secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi identitas budaya dan keyakinan bagi kelompok yang bergantung terutama sebagai landasan bagi mereka untuk melakukan reformasi kearah yang lebih menguntungkan ketika mendesak elit politik. Mereka tentunya akan memanfaatkan budaya dan keyakinan yang sama dengan cara mengumpulkan masa untuk mendapatkan pengakuan yang kuat dalam mencapai misi yang diinginkan. Bagi negara multikultural seperti Indonesia, fenomena tersebut akan sangat merugikan karena akan banyak terjadi konflik horizontal yang mengancam keamanan dan kedamaian internal. Terlebih hal tersebut amat dipengaruhi oleh dominasi asing yang berhasil memanfaatkan momentum pasar bebas dan kerjasama antar negara yang didalamnya terdapat kepentingan politik dan ekonomi.
        
         Tantangan terkait ketidakstabilan ekonomi yang berpengaruh terhadap keamanan dan kedamaian dunia yang diproyeksikan akan terjadi dalam waktu dekat ini perlu dipersiapkan oleh Indonesia dengan serius dan matang terutama dalam hal menyusun strategi yang lebih konstruktif. Cara konkretnya adalah melalui pengembangan sumber daya manusia yang berfokus pada persiapan menghadapi pasar bebas seperti peningkatan keterampilan dibidang ekonomi kreatif dan pengembangan dibidang pengetahuan dan teknologi informasi. Bukan hanya sekadar formalitas untuk merealisasikan anggaran negara namun penting untuk memperhatikan sisi substansial. Terutama bagaimana penyusunan mekanisme dan strategi khusus sehingga dapat mencapai hasil yang optimal. Contoh tersebut adalah salah satu dari sebagian banyak cara yang dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia terutama dalam memperhatikan substansi dari kebijakan maupun program yang dibuat. Sehingga, strategi yang bersifat konstruktif untuk menghindari konflik dapat terwujud, mengingat pasar bebas dan kerjasama antarnegara tengah berlangsung ditengah-tengah kita. Maka dari itu, mau atau tidak mau, suka atau tidak suka, Indonesia harus siap menghadapi tantangan yang akan terjadi untuk menghindari konflik yang dapat mengancam perdamaian dunia.

#IndonesiaMitraSejatiPerdamaianDunia

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Transformasi Energi Dunia dan Pengaruhnya terhadap Tantangan Ketahanan Energi Indonesia Tahun 2030

Konsepsi Halal Tourism New Generation untuk Menyongsong Banten Bermartabat di Era Keberlimpahan (Abundance) 2035-2040